Wednesday, February 17, 2021

Kopi Enrekang

Kopi Enrekang yang 'Keliru' Dikenal dengan Nama Kopi Kalosi

Sejak lama kopi Enrekang 'keliru' dikenal dengan nama Kopi Kalosi.

REPUBLIKA.CO.ID, ENREKANG -- Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) merupakan salah satu wilayah penghasil kopi terbaik bukan cuma di Indonesia, namun juga di dunia. Aroma dan kenikmatan rasa kopi asal Sulsel sudah mendunia sejak masa kolonial hingga saat ini. Namun, berbicara kopi asal Sulsel, mayoritas publik hanya mengenal nama kopi Toraja. Padahal, ada beberapa kopi single origin lain di wilayah ini.

Salah satunya adalah kopi asal Enrekang. Kopi asal wilayah yang berbatasan langsung dengan Toraja ini, sejak masa lampau hingga sekarang lebih dikenal dengan nama Kalosi. Ketua Koperasi Petani Kopi Benteng Alla, Ir Patola mengatakan 'kekeliruan' penamaan kopi asal Enrengkang menjadi Kalosi berawal sejak masa kolonial.

"Dulu kopi asal Enrekang dipasarkan oleh Belanda (kolonial) ke Eropa dengan nama Kalosi," ujar Patola saat bertemu tim Ekspedisi Republikopi di Lumbaja, Desa Benteng Alla, Kecamatan Baroko, Jumat (6/11).

Patola menjelaskan, Kalosi sendiri merupakan nama pasar tradisional pada masa kolonial. Pada masa itu, Kalosi menjadi tempat bagi para petani kopi untuk menjajakan hasil perkebunannya. "Sebenarnya kopi-kopi itu asalnya dari gunung-gunung yang ada wilayah Sulsel, hanya karena area pasar tradisional ada di Kalosi, nama itu melekat jadi nama Kalosi, terlebih kemudian Belanda menjadikan Kalosi sebagai merk dagang untuk di luar negeri," jelasnya.

Sementara terkait bagaimana pertama kali kopi masuk, ditanam dan dibudidayakan di wilayah Enrekang, Patola mengatakan berdasarkan cerita-cerita para orang tau, ada dua versi. Pertama, kopi sudah lebih dulu dikenal oleh masyarakat Enrekang, jauh sebelum pemerintahan kolonial Belanda. Ia melanjutkan, berdasarkan cerita-cerita yang dapatnya, kopi diperkenalkan oleh pedagang dari Arab ke masyarakat disana.

"Karena disini kopi dikenal dengan nama khawa, yang ternyata dari bahasa Arab Qahwa," ucapnya.

Kemudian versi kedua, kopi mulai ditanam di wilayah Enrekang pada masa kolonial Belanda. Patola menjelaskan, saat itu, kopi yang ditanam pertama kali di wilayah Enrekang adalah dari varietas Typica. Varietas ini memang umum ditanam pada masa kolonial, dari mulai wilayah Jawa Barat hingga hampir seluruh wilayah Nusantara.

"Memang paling enak itu Typica, tapi setelah Belanda pergi, varietas ini dinilai kurang menguntungkan dari sisi ekonomis, sehingga kemudian diganti oleh varietas Linie S," jelasnya.

Belakangan, Patola melanjutkan, seiring pasar yang semakin global dan semakin banyaknya penikmat kopi yang lebih spesifik mencari nama asal kopi yang diminumnya, kopi-kopi single origin mulai masuk secara lebih khusus, baik dari asal, prosesnya hingga siapa prosessornya. Nama-nama kopi asal Sulsel tidak lagi hanya menggunakan Toraja Kalosi, namun lebih spesifik seperti Benteng Alla, Buming dan lainnya.

Meski begitu, nama Kalosi tidak bisa begitu saja dihilangkan dari nama Kopi Enrekang. Terlebih, pemerintah juga sudah menerbitkan indikasi geografis dengan nama Kalosi, yang menjelaskan didalamnya bahwa itu adalah kopi asal Enrekang. "Mungkin pertimbangan tetap menggunakan nama Kalosi untuk IG, dengan alasan brand Kalosi sudah lebih terkenal di luar negeri, sehingga menggunakan nama Kalosi lebih mudah menembus pasar Internasional dibandingkan nama Enrekang," katanya.

Kopi Enrekang memiliki note rasa yang coklat yang dominan. Tingkat keasaman kopi ini pun tergolong rendah, dan rasa manis yang cukup tinggi. Body kopi Enrekang tergolong tebal. Selain ada note rasa coklat, kopi Enrekang juga memiliki note spicy yang nikmat.


Sumber :

https://republika.co.id/berita/qjdtuf354/kopi-enrekang-yang-keliru-dikenal-dengan-nama-kopi-kalosi

Kopi Kalosi

Apakah Kopi Kalosi Itu Kopi Toraja?

Kopi yang berasal dari kawasan Sulawesi Selatan identik dengan nama Toraja. Tak bisa dilepaskannya kopi Sulawesi dengan nama Toraja, sampai-sampai kopi yang didapatkan dari para penjual kopi di Kelurahan Kalosi, Kabupaten Enrekang, di berbagai kafe dan oleh roaster Jakarta, dan juga beberapa kota besar lainnya, menjual kopi tersebut secara tidak tepat dengan menamainya Toraja-Kalosi. Pada kenyataannya Kalosi merupakan daerah di Kabupaten Enrekang, bukan di Kabupaten Toraja dan Toraja Utara. Ketidaktepatan para roaster, dan juga trader, yang menjual kopi dari Sulawesi Selatan yang bukan dari Kabupaten Toraja dan Toraja Utara, membuat daerah penghasil kopi dari kawasan non-Toraja, seperti seperti Bone-Bone, Benteng Alla, Masalle, dll., tidak begitu dikenal di Jakarta, dan barangkali juga di tempat lain.

Toraja-Kalosi bisa juga diartikan penggabungan dua daerah penghasil. Tapi, akan menjadi galat ketika ia dijual atau dikenalkan sebagai kopi single origin. Single origin itu sendiri mengalami pemgembangan dan penyempitan makna. Mulai dari batasan minimum, yaitu kawasan, sampai kopi yang berasal hanya dari satu petani atau kebun dan disangrai dengan profil sangrai tertentu dan disajikan dengan metode tersendiri. Apa pun itu, single origin sekurang-kurangnya adalah kopi yang berasal dari satu daerah, bukan gabungan dua daerah. Dengan begitu, kopi Toraja-Kalosi keliru jika dianggap sebagai single origin jika pengertiannya sebagai gabungan dua daerah penghasil kopi.

Nama Kalosi sendiri, sejak kapan ia digunakan sebagai nomina sebuah kopi yang merepresentasikan daerah sekaligus cita rasa, masihlah kabur. Secara historis, penamaan suatu kopi dengan identitas tempat bisa bermakna macam-macam. Dua makna yang paling sering dipakai adalah nama tempat dan pelabuhan. Seperti nama Java atau Jawa dan Mukha, pada abad 19, itu tidak berarti kopi tersebut ditanam di daerah Pulau Jawa dan Mukha, melainkan juga bisa berarti kopi yang diberangkatkan dari suatu pelabuhan di Pulau Jawa atau di Mukha. Kalosi sendiri bisa berarti pasar dan tempat. Meski di Kalosi ada tanaman kopi, pada saat yang sama mempertimbangkan sebaran kopi spesial Kalosi (sekali lagi, kopi spesial [specialty coffee] bukan kopi secara umum) di berbagai daerah di luar Kalosi yang melampaui daya produksi tanaman kopi di Kalosi, kopi Kalosi bisa berarti kopi yang dibeli atau dijual oleh penjual kopi asalan di pasar Kalosi yang kopinya bisa berasal dari luar Kalosi.

Salah satu hal yang turut menambah blunder soal penamaan kopi sebagai representasi identitas daerah penghasil adalah persoalan merk dagang. Di wilayah yang menjual kopi secara curah, tanpa merk, kadang masyarakat tempatan memberi sebutan “merk” secara arbitrer dengan mengacu pada tempat ia dijual, bukan dihasilkan, mengingat pasar sebagai tempat penjual kopi itu mendapatkan kopi dari berbagai kecamatan.

Gagasan indikasi geografis yang mencuat sebagai tuntutan sejak satu atau dua dekade lalu ikut menambah kegaduhan. Hal itu karena banyak penjual kopi yang menggunakan nama tempat sebagai merk dagang. Itulah yang terjadi pada persoalan persengketaan indikasi geografis yang menimpa beberapa perusahaan kopi di dunia.

Hal-hal semacam itu yang membuat sulit untuk melacak sejarah penggunaan nama Kalosi pada kopi sedari awal. Jika Kalosi dulunya merupakan nama pasar, yang menjadi pertanyaan, dari daerah mana saja kopi yang dijual di daerah tersebut? Lalu, apakah pada masa-masa awalnya kopi yang berasal dari Toraja yang dijual di Kalosi tetap dijual dengan nama Kalosi atau nama Toraja? Jika tetap dijual dengan nama Kalosi, lantas sejak kapan atribut Toraja disematkan pada kopi yang berasal dari Toraja?

Menurut Jabir Amien, Direktur Administrasi PT Toarco Jaya, ketika kami temui di Padamaran mengatakan bahwa nama Kalosi merupakan nama klasik atau tradisional para pedagang kopi pada abad 20 awal di Sulawesi. “Orang-orang dulu itu enggak ada yang buat nama. Mereka pakai [nama] tradisional, sewaktu mengirim [kopi] dari kalosi, nama itu juga yang mereka pakai….Kalosi sebenarnya nama pasar, meski ada penanaman kopi di sana,” tutur Amien.

Soal pasar, di Sulawesi Selatan masih banyak pasar tradisional yang menjadi tempat bertemunya para petani yang menjual hasil kebunnya secara langsung kepada trader atau juga kepada tengkulak. Beberapa di antaranya adalah Pasar Suddu di Enrekang dan Pasar Ke’Pe, Sapan, dan Minanga di Toraja. Ketika kopi yang dijual itu berupa kopi asalan bukan spesial, tentu tuntutan untuk melengkapi identitas daerah tanam belum tercipta sedemikian rupa sehingga tidak masalah jika kopi yang dijual itu “buta identitas”. Tapi, ketika arus pasar mengarah pada persoalan traceability, akan berbeda halnya jika pemain kopi spesial mengambil kopi asalan dari pasar tersebut tanpa mendapatkan sama sekali identitas daerah penanaman.

Ketika peta laju industri specialty coffee pada masa sekarang menuntut asal-usul kopi yang terlacak atau traceability, maka informasi mengenai kopi yang didapatkan dari Sulawesi Selatan perlu sesegera mungkin dimulai dengan memetakannya, sebagai awalan, secara per kecamatan atau bahkan per desa. Para roaster atau trader yang menjual specialty coffee sudah saatnya memulai memasarkan kopi dengan dilengkapi identitas daerah penghasil tempat kopi itu ditanam. Sehingga ketidaktepatan mengidentifikasi kopi dari Kalosi atau Pasar Suddu sebagai kopi Toraja tidak terjadi terus menerus, dan konsumen kopi spesial pun menjadi tahu kopi yang diminumnya dari mana dan bahkan oleh siapa ditanam. Di sini, rantai nilai atau value chain perlu dipertimbangkan, apalagi jika kopi spesial dari Indonesia hendak menembus pasar Internasional.


Sumber :

https://philocoffeeproject.wordpress.com/2012/02/14/apakah-kopi-kalosi-itu-kopi-toraja/

Monday, February 15, 2021

Latte ala Starbucks

Kopi Starbucks tidak murah. Secangkir kopi harganya 50 ribu rupiah. Kenapa orang mau membayar 50 ribu untuk secangkir kopi di Starbucks? 

Apa yang dilakukan Starbucks sehingga ia berbeda dari kedai kopi yang lain?


Starbucks memenuhi kebutuhan beberapa orang sebagai tempat mampir. Starbuck menyediakan ruang yang nyaman untuk tempat menunggu, rapat santai, atau bekerja. 

Kunci pentingnya bukan pada tempat, tapi pada pelayanan. Tempat yang bagus tidak akan membuat pelanggan betah kalau tidak disertai layanan yang baik. Di situlah keunggulan Starbucks.

“We are not in the coffee business serving people. We are in the people business serving coffee,” kata Howard Behar, mantan President di Starbucks. 

Pusat kekuatan bisnis Starbucks bukan pada kopi, tapi pada pelayanan. Mereka menyediakan layanan prima yang membuat orang merasa nyaman berada di kedai itu.

Starbucks membangun metode layanan yang disebut LATTE method. Itu singkatan dari Listen to the costumer’, Acknowledge their complaint, Take action to solve the problem, Thank them, and Explain why the problem occured. 

Pelayan di Starbucks terlebih dahulu diberi pelatihan motivasi, agar tahan menghadapi keluhan para pelanggan. Apapun yang terjadi, mereka tetap harus menjalankan LATTE Method tadi.

Pelatihan Starbucks dilakukan berbasis pada riset panjang tentang “kemauan” atau “willpower”. Kemauan tadinya dianggap sebagai karakter bawaan. Tapi sejumlah psikolog telah melakukan berbagai riset dan menemukan bahwa “kemauan” adalah keterampilan yang bisa dilatihkan. Dari berbagai riset, ditemukan metode untuk melatih kemauan itu. Metode itulah yang dipakai Starbucks untuk membuat pelayan-pelayannya sabar dalam memberikan pelayanan terbaik.

Jadi, sebelum diterjunkan melayani pelanggan, para pelayan di Starbucks dilatih untuk sabar, sigap, dan telaten melayani pelanggan. Basisnya adalah membangun kebiasaan-kebiasaan positif. Dengan cara itu Starbucks berhasil membuat konsumen betah duduk di kedai mereka, dan rela membayar lebih mahal.

Sumber daya manusia andal itu dibentuk melalui visi perusahaan. Berbasis pada visi itu diciptakan metode pelatihan untuk membentuk sumber daya manusia dengan karakter sesuai dengan yang diinginkan. 


Sumber :

https://www.impulse.co.id/blog/opinion/cara-starbucks-membangun-sdm/

Sunday, February 7, 2021

Without Hiding the Bitterness


Be like coffee, which is still loved without hiding the bitterness of yourself.

(Jadilah seperti kopi, yang tetap dicintai tanpa menyembunyikan pahitnya diri)

Related Posts